BANDA ACEH - Mulai tahun ini, anggaran Pemerintah Aceh berkurang drastis disebabkan alokasi dana Otonomi Khusus (Otsus) dari Pemerintah Pusat mengalami penurunan. Antisipasi sekaligus mencari pengganti kas dari sumber lain pun perlu dilakukan Pemerintah Aceh untuk terus menggerakkan roda perekonomian dan pembangunan daerah.
Selama 15 tahun terakhir, Aceh menerima dana otsus dari pusat sebesar 2 persen dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional atau setara dengan Rp 8 triliun. Dana otsus itu diberikan karena kompensasi perdamaian Aceh 17 tahun silam.
Jumlah dana otsus yang digelontorkan pusat sangat membantu dan menempatkan Aceh sebagai salah satu provinsi dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terbesar di Indonesia. Namun mulai tahun ini, Aceh hanya akan menerima sebanyak 1 persen dari DAU atau sekitar Rp 3 triliun. Sementara pada tahun 2027 mendatang, Pemerintah Indonesia bahkan akan menyetop kucuran dana otsus untuk Aceh. Hal itu sesuai dengan nota damai antara RI dan GAM yang disepakati 17 tahun lalu dan tertuang dalam undang-undang.
Otomatis, pengurangan dana otsus ini akan berdampak pada perolehan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) yang biasanya mencapai Rp 17 triliun setiap tahunnya.
Pengamat Ekonomi Aceh, Rustam Effendi dalam wawancara khusus kepada pilarberita.com, Sabtu, 17 Juni 2023 mengaku khawatir dengan berkurangnya dana otonomi khusus Aceh tersebut. Pasalnya, kebutuhan anggaran Aceh sangat besar, baik untuk pendidikan, pembangunan, dan juga sektor pembangunan.
“Semestinya ini sudah ada antisipasi sejak awal karena kita sama-sama tahu Aceh akan menerima otsus selama 20 tahun, 15 tahun sebesar dua persen dari DAU dan lima tahun sebesar satu persen dari DAU. Mulai tahun ini, kita mulai terima satu persen sekitar Rp 3 triliun,” kata Rustam.
Jumlah tersebut tentu sangat tidak logis karena kebutuhan anggaran di Aceh masih sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan beberapa sektor. “Rp 3 triliun itu kalau kita bayangkan memang banyak, tapi untuk kebutuhan di Aceh itu sangat sedikit,” ujar Rustam.
Dia kemudian merincikan secara hitung-hitungan awam di luar plafon pemerintah. Menurutnya, dana Rp 3 triliun itu, yang wajib direalisasi Pemerintah Aceh--sesuai undang-undang--yakni untuk pendidikan dan kesehatan.
Menurut Rustam, 20 persen dari Rp 3 triliun itu harus diperuntukkan untuk pendidikan, totalnya sekitar Rp 700 miliar. Selanjutnya 10 persen dari dana itu untuk kesehatan dengan total anggaran sekitar Rp 300 miliar.
“Ditambah pokir anggota dewan hampir Rp 1 triliun, untuk 81 anggota, kalau Rp 10 miliar saja sudah Rp 800 miliar, tambah untuk pimpinan dewan totalnya bisa sampai 1 triliun itu. Maka tinggal dana itu Rp 1 triliun, jadi apa yang bisa kita bangun ke depan di Aceh? Akan lebih sulit kan?” ujarnya.
Selama 15 tahun terakhir saja, katanya, Aceh bahkan masih sulit melakukan pembangunan termasuk penguatan ekonomi masyarakatnya. Padahal sebut Rustam, total anggaran dana otsus yang digelontorkan pusat ke Aceh mencapai Rp 8 triliun per tahun.
“Selama ini coba lihat, sulit juga kan? Padahal itu Rp 8 triliun lho. Dan selama ini banyak kita belanjakan bukan untuk belanja modal, tapi konsumtif. Dampaknya jadi jelas, ekonomi kita tumbuh lamban, masih banyak pengangguran dan persoalan lainnya di Aceh,” ujarnya.
Oleh karena itu, Rustam berharap Pemerintah Aceh tidak lalai dan harus mencari pengganti dana otsus. Salah satu caranya adalah investasi. Menurutnya, Aceh harus mengundang bahkan menjemput bola para pemodal dari dalam dan luar negeri untuk berinvestasi di Aceh.
Menurutnya investasi di sektor sumber daya alam juga dapat berdampak baik bagi keuntungan finansial atau ekonomi Pemerintah Aceh dan bahkan dapat membuka lapangan kerja. Namun, eksploitasi dan pemanfaatan optimal sumber daya alam yang dilakukan tentu harus sesuai aturan.
Kecuali itu, Pemerintah Aceh juga berpeluang mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat. Namun, dana tersebut harus dijemput oleh masing-masing stakeholder di Aceh. “Itu juga butuh perjuangan harus melobi pusat dan itu sesuatu yang belum pasti. Kondisi fiskal kita ini memang sulit, semoga pemerintah sadar terkait hal ini. Semestinya memang sudah disiapkan sebelumnya,” kata Rustam Effendi.
Sementara itu, Kepala Bappeda Aceh, T Ahmad Dadek, yang dikonfirmasi pilarberita.com tak menampik tahun ini mulai merasakan kondisi yang signifikan karena berkurangnya dana otsus untuk Aceh. “Ini saja sudah mulai terasa berkurangnya anggaran kita,” kata Ahmad Dadek.
Lantas apa strategi Pemerintah Aceh untuk mengantisipasi berkurangnya dana otsus tersebut? Ahmad Dadek mengatakan pemerintah akan melakukan beberapa hal, bahkan jika nanti dana otsus Aceh sudah berakhir.
“Kalau dana otsus sudah berakhir yang pertama kita lakukan adalah meleburkan seluruh lembaga sehingga lebih efisien dari segi penggunaan anggaran. Kalau tidak, maka kita tidak sanggup sediakan uang,” katanya.
Kedua, pemerintah dapat melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap pendapatan asli Aceh. Lalu pemerintah juga akan melakukan efisiensi pengeluaran di semua sektor. “Yang tidak perlu seperti mobil dinas tidak perlu dibeli lagi, mungkin bisa disewa,” katanya.
Selanjutnya, pemerintah akan mengoptimalkan belanja Corporate Social Responsibility (CSR). “Termasuk para CSO di Aceh bekerja lebih banyak dengan dukungan anggaran dari internasional. Biasanya mereka banyak kegiatan di Aceh,” ujarnya.
Ditanya apakah investasi bisa menjadi strategi pendapatan pengganti dana Otsus? Dadek ragu para investor masuk ke Aceh karena selama ini terkendala beberapa hal. “Ada beberapa kendala selama ini, tapi kita tetap berusaha menjemput investor,” ujarnya.
Terpisah, Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA menyebutkan, pemerintah saat ini akan melobi pemerintah pusat untuk meminta dana tambahan untuk lima tahun ke depan. “Ini kan tinggal satu persen lagi, jadi kita akan melobi pemerintah pusat untuk meminta semacam dana bantuan di luar otsus. Mudah-mudahan bisa kita dapat sebesar satu persen juga dari total DAU,” katanya.
Selanjutnya, MTA mengatakan, Pemerintah Aceh mendorong legislatif untuk merevisi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Karena itu satu-satunya cara bagi pemerintah untuk menambah kurun waktu kucuran dana Otsus bagi Aceh. “Dengan direvisi kita bisa minta Otsus diperpanjang, makanya kita minta DPRA menyiapkan draft dan kita minta Anggota DPR RI asal Aceh juga memperjuangkan hal ini di Pusat,” pungkasnya.[]
Reporter: Subur Dan
Editor: Boy Nashruddin Agus
Tidak ada komentar: